Demokrasi menjadi satu dari dua asas ideologi Amerika Serikat. Dasar lainnya adalah ekonomi liberal yang tercermin dalam bentuk kapitalisme. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Arti umum demokrasi adalah rakyat memiliki kekuasaan, hak dan turut dalam mengambil keputusan serta mempunyai otoritas untuk mengawasi pelaksanaannya.
Amerika selalu mengklaim sebagai penegak demokrasi di dunia. Berbagai perang yang digelar George W Bush, Mantan Presiden AS pasca peristiwa 11 September 2001 adalah dalih untuk memperluas kebebasan dan demokrasi serta memerangi terorisme. Pandangan realistis terhadap masyarakat Amerika dan kebijakan pemerintah negara ini pada tahun-tahun terakhir, menguak kenyataan bahwa prinsip-prinsip baku demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Amerika tidak dijunjung tinggi, bahkan AS dengan slogan demokrasi berupaya meraih keuntungan untuk memenuhi tujuan politik dan ekonominya di seluruh penjuru dunia.
Amerika selalu menggunakan istilah demokrasi untuk memperluas dominasi dan agresinya ke negara-negara lain. Slogan negara ini menggelar pasukan ke Timur Tengah adalah memperluas demokrasi dan menumpas merebaknya terorisme. Padahal serangan AS ke Timteng bertujuan mengawasi politik Islam yang dijalankan Republik Islam Iran dan memantau umat Islam dari dekat, karena mereka menganggapnya sebagai teroris.
Kebijakan Amerika terkait demokrasi tidak konsisten dan dapat dikritisi. Slogan-slogan manipulasi publik seperti penegakan demokrasi yang diklaim para politisi negara ini telah gagal. Kenyataannya adalah demokrasi yang sesungguhnya tidak pernah ada dalam pandangan Amerika. Ada beberapa alasan terkait hal ini, pertama, menurut pengakuan berbagai lembaga dan kelompok politik Amerika, pelanggaran terhadap demokrasi di negara pengklaim penegak demokrasi ini tidak sedikit. Kedua, mayoritas sekutu Amerika di dunia membentuk pemerintahan tidak berlandaskan demokrasi. Ketiga, meski sisi-sisi demokrasi tampak jelas diterapkan di negara-negara anti-Amerika, tetapi Gedung Putih tetap memusuhi negara-negara itu diakibatkan penentangannya terhadap kepentingan-kepentingan Amerika, bahkan Washington menuduh negara-negara penentangnya telah melanggar demokrasi.
Apakah pandangan Amerika tentang demokrasi sesuai dengan makna demokrasi yang sesungguhnya, sementara negara ini mengklaim bahwa di Timteng, khususnya negara-negara Arab berupaya menerapkan demokrasi?
Demokrasi yang ingin diterapkan Amerika adalah demokrasi yang sesuai dengan kebijakan yang menguntungkannya. Dengan kata lain, agresi, perang, pembunuhan dan menyulut perang saudara di negara lain adalah alat politik demi mencapai kepentingan Washington serta membantu kepentingan strategis sekutu dekatnya, rezim Zionis Israel.
Untuk merealisasikan demokrasi yang sesuai dengan pandangan Amerika, Washington menempuh beberapa jalan, di antaranya, secara langsung memilih opsi militer seperti invasi ke Irak dan Afghanistan atau melalui perantara rezim Zionis Israel seperti agresi rezim ini ke Lebanon, atau bahkan menggunakan berbagai kelompok ekstrim seperti kelompok Salafi yang kita saksikan di Suriah saat ini.
Demokrasi versi Amerika telah berulang kali melanggar prinsip dan menifestasi demokrasi yang diklaim di negara ini. Pelanggaran itu tampak di berbagai sisi, seperti tidak adanya partisipasi luas dalam politik, pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat, kontrol media secara halus, proses pemilu yang tidak efektif dan penuh kecurangan, diskriminasi etnis dan ras, sikap brutal pasukan keamanan AS, khususnya polisi dan lain sebagainya.
Bertahun-tahun Amerika mempermasalahkan jalannya pemilu di Iran dan metode yang digunakan di negara ini serta menilainya sebagai pelanggaran terhadap hak-hak warga Iran. Pahadal metode Amerika dalam pemilu presiden dan bahkan dalam menentukan kandidat presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi dipilih oleh kelompok tertentu yang mewakili rakyat dalam menentukan keputusan dan ketentuan-ketentuan lainnya. Seolah-olah mereka ingin mengatakan, keputusan ratusan orang untuk menentukan nasib jutaan orang sebagai metode kebebasan dan demokrasi.
Sebenarnya, demokrasi Amerika dengan semua propaganda kebebasannya hanya berputar di kekuasaan sejumlah orang terbatas yang disebut "Elite", di mana suara rakyat hanya sekedar dalih untuk melegitimasinya. Dalam demokrasi semacam ini, rakyat tidak dapat menentukan nasib mereka sendiri, bahkan tidak memiliki kesempatan untuk intervensi di dalamnya. Rakyat hanya mampu berperan memberikan kewenangan secara formal atas langkah-langkah kelompok terbatas tersebut. Dengan begitu kebebasan yang disuarakan para pejabat Amerika hanya sandiwara, di mana rakyat hanya mampu melaksanakan agenda yang telah ditentukan mereka.
Apakah pelaksanaan pemilu, meskipun dilakukan dengan benar dan tanpa kecurangan dapat menjadi tolok ukur adanya kekuasaan rakyat dalam sistem demokrasi?
Tampaknya gambaran dari kebebasan dan demokrasi sebatas itu adalah gagasan yang dangkal, di mana hanya bermanfaat sebagai alat bagi pengklaim penuntut kebebasan. Penyebaran paham ini, tidak hanya digunakan para pejabat Amerika sebagai alat yang diterapkan di negara ini, tapi juga dijadikan dalih untuk menempuh kebijakan ilegal Washington di dunia internasional. Selain itu, berkuasanya dua partai di Amerika merupakan sisi lain yang dianggap menunjukkan kebebasan di Amerika. Propaganda Amerika terkait demokrasi dinilai sebagai simbol kebebasan dan bahkan kebebasan itu sendiri. Menurut mereka, setiap orang dan partai dapat beraktivitas bebas di Amerika. Berdasarkan propaganda inilah Amerika dibayangkan sebagai surga kebebasan manusia.
Dominasi Partai Demokrat dan Partai Republik di berbagai tingkat pemerintahan seakan telah menutup kemungkinan adanya aktivitas politik di luar dua partai itu, walaupun ada kebebasan berpendapat dan berkeyakinan di Amerika, di mana setiap orang yang memiliki kemampuan finansial dapat menjelaskan keyakinannya melalui berbagai cara, seperti melalui media dan ceramah.
Martin Luther King adalah pendeta Baptis dan aktivis sosial yang memimpin gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat dari pertengahan 1950-an sampai kematiannya oleh pembunuhan pada tahun 1968. Dia mengumpulkan warga kulit hitam di depan patung Abraham Lincoln dan mengungkapkan protesnya terhadap sistem politik dan diskriminasi di Amerika. Namun, ada masalah yang mendasar dan penting yang mengontrol semua sektor dan tidak mengizinkan satu tindakan apapun yang keluar dari koridor aturannya. Sehingga orang seperti Martin Luther King menjadi korban hal itu.
Kenyataannya adalah demokrasi Amerika telah membatasi kekuatan rakyat, baik dari sisi luarnya melalui pemilu dan dari eksistensinya dalam bentuk partai. Selain itu, demokrasi di negara ini telah dimonopoli dan dikontrol oleh kelas terbatas. Kelas itu dengan nama kebebasan dan kekuatan rakyat memimpin negeri ini, tetapi dalam realitasnya tidak mengizinkan sesuatu keluar dari kontrolnya.
Di Amerika Serikat, kontrol terhadap media yang membentuk opini publik sangat rapi. Semua media, baik televisi, radio, majalah, buku, film sinema, dan situs-situs internet berbicara satu suara dan saling menguatkan. Meskipun secara lahiriyah ada perbedaan di antara mereka, namun kenyataannya sebaliknya, bahkan tidak ada sumber yang benar-benar berbeda yang dapat digunakan warga AS untuk menuangkan pendapat dan pemikirannya. Media-media itu memiliki satu pandangan soal dunia dan berupaya menyeret opini publik ke arah kepentingan penguasa.
Persepsi-persepsi berikut adalah contoh-contoh akan hal itu; rezim Zionis diungkapkan sebagai manusia yang memiliki keistimewaan lebih dibanding manusia lainnya, tidak sependapat dengan Judaisasi dianggap sebagai anti-agama Yahudi, memprotes sistem perbankan kapitalis yang dikelola Zionis internasional juga dilarang, pembunuhan massal terhadap rakyat Palestina oleh militer Israel dianggap sebagai pertahanan yang legal untuk membela diri. Sementara, warga Irak yang menjadi korban kebengisan tentara AS diangap sebagai penjahat dan teroris, Islam selalu dianggap sebagai ancaman, negara-negara seperti Iran dan Suriah dituduh sebagai negara pendukung terorisme, dan masalah-masalah lainnya. Opini-opini itu dibangun media-media AS untuk mendukung kepentingan dan ambisi Washington serta mempengaruhi pandangan warga negara ini untuk menyesuaikan kehidupan mereka dengan opini yang dibangun.
Dapat dikatakan bahwa pos-pos media AS telah diduduki Zionis dan bergerak memenuhi kepentingannya. Mereka tidak menggunakan media sebagai alat penghubung, tetapi justru dijadikan alat sebagai pencetak ide dan gagasan yang mempengaruhi audien. Sinema, artikel, majalah, radio dan televisi dilihat dari berbagai sisinya telah menjadi alat yang tepat untuk meraih tujuan mereka. (IRIB Indonesia/RA/NA)
http://indonesian.irib.ir/hidden-17/-/asset_publisher/Pfp0/content/demokrasi-versi-amerika-serikat-bagian-pertama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar